Film
dokumenter merupakan penemuan baru untuk mengatasi kegelisahan orang
atas hilangnya pengalaman visual. Karena peristiwa berlalu dengan cepat
maka orang sering membuat ikon atau tiruan dari kenangan tersebut,
misalnya foto kekasih di dompet, meja, dsb. Dalam
kenyataannya selalu ada kesenjangan antar visual yang dibuat kamera
dengan kondisi nyata. Sekarang menjadi bertambah kompleks, karena ada
suara, warna, dll sehingga semakin tdak sesuai dengan realita. Kita
melihat realita dengan sepotong-sepotong, misal melihat seseorang tdak
bisa menyeluruh.
Dengan
demikian imej visual sangat dibutuhkan . Foto dan film bisa membantu,
tapi juga bisa mengganggu. Tampilan bisa melampaui kebutuhan kita.
Kamera menampilkan apa yang tidak bisa kita tangkap. Mata biologis hanya
melihat apa yg ingin kita lihat. Maka imej visual yang kemudian kita
anggap sebagai dokumen -karena diperlakukan sebagai arsip dan disimpan
sebagai data- melampui kebutuhan orang yang membuat film. Maka
pertanyaan yang kemudian muncul adalah : Apakah film dokumenter memenuhi
kebutuhan obyektif suatu riset?
Bisa dikategorikan sebagai obyektif
karena secara mekanik, digital dan sebagian chemic. Mata biologis pun
mengambil obyek yang memang benar-benar kita butuhkan. Peristiwa ini
kemudian diubah menjadi obyek penelitian. Penelitian itu sendiri tidak
ada yang benar-benar obyektif. Lalu untuk apa riset ini?
Kalau hanya
untuk kebutuhan filing system, maka penelitian hanya berhenti di lemari,
tapi riset ini adalah riset transformasi. Riset perfilman menjadi
bagian dari transformasi itu sendiri. Dari tayangan film orang dapat
merefleksi dirinya sendiri sehingga ia dapat merubah dirinya sendiri.
Jadi film bisa membentuk kenyataan. Ada dialektika antara film dengan
kehidupan sehari-hari. Dalam konteks besar orang menyebutnya sebagai
proses mediasi, dari citra visual, menjadi mediasi untuk membentuk
realita.
Untuk membuat film dibutuhkan riset yg reflektif, tentang
polah obyek, isu-isu yang berkembang, dsb. Riset dalam Film Dokumenter
dianggap penting dalam penciptaan film dokumenter. Di Indonesia sendiri,
pendanaan untuk riset film-film dokumenter dinilai masih sangat kurang.
Dalam proses produksi film dokumenter, riset yang efektif dilakukan
selama dua bulan. Hal ini berhubungan dengan pengalaman Garin Nugroho
saat bekerjasama dengan NHK Jepang.
Dalam analisis terhadap hasil
riset, banyak orang menganalisanya tanpa tahu jenis dokumenter apa yang
akan dibuatnya. Riset sendiri bersifat kompleks karena harus mampu
mengorganisir manajemen teknik, ide, lokasi dan lain-lain.
Untuk itu
tim riset yang dibentuk harus komprehensif, bisa memadukan sebuah bentuk
organisasi yang struktural dengan organisasi yang non struktural. Hal
ini bisa menciptakan ide-ide yang �gila� dan tidak terduga. Dalam riset
lapangan juga diperlukan orang yang memang benar-benar paham lokasi
shooting. Seorang sutradara tidak mencari periset yang dekat dengan
dirinya tetapi seorang periset yang mengerti kondisi lokasi. Dengan kata
lain, baik periset maupun tim produksi sepenuhnya mengabdi pada film
yang akan diproduksi.
Kelemahan dari pencipta film adalah mencari tim
periset dengan ego pribadi. Ambisi pencipta fim adalah ambisi terhadap
fim itu sendiri. Misal untuk membuat film yang berhubungan dengan
kehidupan anak jalanan dibutuhkan pendamping-pendamping anak jalanan
yang benar-benar mengerti kehidupan mereka. Pendamping pun ternyata
berbeda-beda. Ada pendamping yang mengerti masalah psikologi anak,
masalah penampilan, dsb. Jadi langkah awal yang perlu diperhatikan dalam
membentuk tim riset adalah mengerti benar kegunaan atau jenis film
tersebut sehingga tim yang terbentuk adalah tim yang tahu kegunaan film
tersebut. Seringkali yang terjadi di langkah awal pembentukan tim riset
ini adalah seorang pencipta film lebih mengutamakan egoismenya sehingga
film itu sendiri tidak lagi menjadi masalah yang penting.
Riset itu sendiri memiliki bidang kerja yang berbeda-beda. Untuk melakukan riset terhadap subjek dan wilayah memerlukan berbagai macam disiplin ilmu, sosial, politik, sosiologi, dll. Misalnya membuat film tentang Papua, pencipta film harus tahu dimana saja wilayah konflik, suku apa saja yang mendiami tempat tersebut, bagaimana hubungan antar suku atau penduduknya, dsb. Sedangkan untuk riset yang berhubungan dengan administratif kerja harus tahu tempat-tempat yang dibutuhkan untuk mendukung tim kerja, misalnya jadwal buka POM Bensin, informasi tentang hotel, jarak dan waktu, transportasi, dsb. Tim periset juga harus bisa bekerjasama dengan kru-kru lokal yang mengerti persis keadaan lokasi, misal saat shooting di Aceh akan lebih baik merengkrut sopir yang tahu atau kenal dengan GAM sehingga memudahkan transportasi, dsb. Saat melakukan pembuatan film di daerah-daerah konflik, mutlak dibutuhkan regu pengaman, aparat desa, ketua agama. dll. Di daerah konflik juga dibutuhkan kemampuan berdiplomasi.
Riset itu sendiri memiliki bidang kerja yang berbeda-beda. Untuk melakukan riset terhadap subjek dan wilayah memerlukan berbagai macam disiplin ilmu, sosial, politik, sosiologi, dll. Misalnya membuat film tentang Papua, pencipta film harus tahu dimana saja wilayah konflik, suku apa saja yang mendiami tempat tersebut, bagaimana hubungan antar suku atau penduduknya, dsb. Sedangkan untuk riset yang berhubungan dengan administratif kerja harus tahu tempat-tempat yang dibutuhkan untuk mendukung tim kerja, misalnya jadwal buka POM Bensin, informasi tentang hotel, jarak dan waktu, transportasi, dsb. Tim periset juga harus bisa bekerjasama dengan kru-kru lokal yang mengerti persis keadaan lokasi, misal saat shooting di Aceh akan lebih baik merengkrut sopir yang tahu atau kenal dengan GAM sehingga memudahkan transportasi, dsb. Saat melakukan pembuatan film di daerah-daerah konflik, mutlak dibutuhkan regu pengaman, aparat desa, ketua agama. dll. Di daerah konflik juga dibutuhkan kemampuan berdiplomasi.
Riset tentang SDM dan hal-hal lain
mutlak penting bahkan untuk hal-hal sekecil apapun sehingga tidak ada
pertanyan-pertanyaan yang menghambat kelancaran pembuatan film.
Pembuat
film harus tahu SDM yang terlibat secara personal. Ia juga mengetahui
dan mengerti kelemahan dan kelebihan setiap anggota tim, bila perlu tes
langsung. Hal yang harus diperhatikan juga pada riset SDM adalah watak
tiap kru sehingga dapat saling melengkapi. Fokus dan pengembangan ide
film akan lebih mudah apabila masalah-masalah teknis di sekitar lokasi
shooting telah teratasi dengan baik.
Dari segi teknis kamera, riset
yang baik bisa sekaligus memenuhi kebutuhan dalam
pengambilan-pengambilan gambar. Periset yang baik juga harus
memperhatikan bagaimana posisi atau penempatan kamera yang baik ,
semisal pembuat film menginginkan gambar yang dramatis di pagi hari.
Posisi kamera sudah mengerti tempat atau angle yang baik untuk men-shoot
matahari, bagaimana komposisi yang baik, dari segi suara dan sebagainya
sehingga hasil gambar sesuai dengan yang diinginkan. Terkadang periset
juga harus membuat peta wilayah tersebut sampai pada tingkat bagaimana
curah hujan (kemungkinan longsor, misal), dan sebagainya.
Riset juga
berhubungan dengan tema film. Riset tema film berhubungan dengan
penguasaan pada wacana yang menyangkut disiplin ilmu dan kebutuhan
mendiskripsikannya ke bentuk visual. Periset harus tahu alasan suatu
wacana, dan dapat menuangkan ke dalam bentuk visual. Pendampingan
kepustakaan dan ahli lokal juga penting dan harus dilakukan
Seluruh
point-point riset ini dikumpulkan dan dibuat point-point detail, dari
jenis huruf, peta daerah, hingga pemotretan secara detail. Bila
unsur-unsur periset terpenuhi, sutradara atau filmaker akan enak sekali
dalam pembuatan film lebih lanjut. Segalanya bisa dilakukan dengan
cepat, tepat dan pasti.
Metode riset yang akan digunakan berkaitan
dengan pengembangan ide. Seringkali para pembuat film tidak tahu harus
berangkat darimana saat akan menentukan tema film yang akan diangkat.
Oleh karena itu dilakukan klasifikasi terhadap subyek, misal tentang
Kalimantan. Kalimantan bisa dikategorikan menjadi hutan, sungai atau
faktor-faktor sosial lainnya. Kemudian menentukan keterkaitan antara
klasifikasi tersebut dengan kehidupan sosial, seni, dll yang diperinci
lagi, misalnya jenis perahu yang digunakan, hewan-hewan yang ada di
sekitarnya, dsb sehingga tema bisa berkembang dari temuan-temuan seperti
itu.
No comments:
Post a Comment