Pages

Bisnis Tanpa Iuran Bulanan

Super Excellent Network Bersama Meraih Kebebasan Finansial Yang Sebenarnya

Wednesday, July 18, 2012

Pulau Es Dari Kutub Utara Belum Bisa Dikendalikan> foto video


Bongkohan es raksasa berukuran separo kota Jakarta masih mengapung di Laut Arktik di Kutub Utara setelah lepas dari gletser di Greenland. Bongkahan es ini diperkirakan melewati kilang minyak dan jalur pelayaran yang tentu saja akan sangat merusak.

Bongkahan es raksasa juga pernah terjadi tahun 1912 yang berasal dari Greenland dan menenggelamkan kapal mewah terbesar Titanic yang legendaris itu. Menurut pakar gleiser dari Universitas Oslo, Jon Ove, es raksasa ini sulit dikendalikan arah gerakannya karena sangat besar.



Saat ini para ilmuwan masih sibuk memikirkan lintasan bongkahan es raksasa ini karena diprediksi akan bergerak melintasi Selat Nares, yaitu selat di perairan Greend Land dengan Pulau Ellsemere, Kanada.

Bongkahan es ini diperkirakan berukuran 260 kilometer persegi yang terpisah dari kutub Utara akibat dari pemanasan global. Jika es raksasa ini mencair dan menjadi air semua maka berakibat air laut akan bertambah tinggi sekitar 6 meter di sekitar lokasi pencairan.

ilustrasi

Selain es mencair di Greenland, pemanasan global juga mengakibatkan gelombang panas, kebakaran dahsyat di Rusia yang hingga kini belum bisa dipadamkan, banjir bandang di Pakistan menewaskan lebih dari 1500 jiwa, angin panas yang sering menerjang Amerika dan yang paling dirasakan oleh dunia adalah perubahan iklim yang ekstrim.


Pulau es berukuran 30 km x 10 km lepas dari gletser Petermann, Greenland, di selatan Kutub Utara, pekan lalu. Bongkahan es raksasa itu kini sedang melintasi Lautan Artic. Jika mencair, pulau es itu tidak terlalu berpengaruh bagi perairan Indonesia.

"Besaran pulau es yang pecah saat ini tidak terlalu berpengaruh, kecuali pecahan esnya sebesar Amerika, itu baru mengancam," kata peneliti perubahan iklim dari University of Hamburg, Dr Armi Susandi.
Secara umum, pecahan es tersebut akan berdampak pada peningkatan volume air laut di sekitar perairan yang dilalui pulau es. "Volume di Indonesia sendiri tidak terlalu besar, jadi tidak terlalu berpengaruh," jelas akademisi ITB itu.

Selain bertambahnya volume air laut di sekitar wilayah yang dilalui pulau es itu, yang perlu diwaspadai adalah ancaman ekosistem yang ada di laut tersebut.

"Karena ada perubahan iklim tentunya ekosistem di sana akan berpindah. Akibatya pola penangkapan nelayan akan berubah dan dampak lainnya nelayan itu akan memerlukan cost tambahan," ujarnya.

Lalu, apa dampaknya secara langsung kepada wilayah tropis seperti Indonesia?

"Bukan volume air laut yang harus diwaspadai, tapi perubahan cuaca yang terjadi sekehendak alam," jawab Armi.

Perubahan cuaca tersebut, imbuh Armi, adalah terjadinya perubahan cuaca secara ekstrem. Ia mencontohkan di Indonesia yang seharusnya memasuki transisi musim kemarau ke hujan justru terjadi di luar prakiraan.

"Di wilayah sub tropis hujan akan banyak, dan Indonesia akan mengalami kering karena awan yang membawa uap air berpindah ke wilayah sub tropis seperti Pakistan. Ini yang harus kita waspadai," tuturnya.

Armi mengklaim terlepasnya pulau es salah satunya disebabkan oleh pemanasan global, di mana air dengan suhu tinggi masuk ke dalam rekahan gletser. "Pemanasan global makin mempercepat proses pecahnya gletser," ujar Armi.

Selain berdampak pada bertambahnya volume air di sekitarnya, pulau tersebut dikhawatirkan menganggu aktivitas kapal-kapal yang berada di sekitarnya.

Video Pulau Es Raksasa

No comments:

Post a Comment