Kehidupan Manusia
Teori Adam Manusia Pertama VS Teori Evolusi Darwin
Hingga
saat ini ada dua teori besar tentang awal mula kehidupan manusia. Teoi
pertama adalah kisah penciptaan nabi Adam sebagai manusia pertama yang
diyakini oleh hampir semua pemeluk agama samawi (islam, kristen, yahudi)
yang dilandasi pada penafsiran terhadap kitab suci yang mereka yakini
kebenarannya. Kisah tersebut berisi keyakinan bahwa Adam diciptakan oleh Tuhan dari tanah liat yang dibentuk semisal sebuah boneka. Kemudian ditiupkan kepadanya ruh.
Maka jadilah adam manusia dewasa yang hidup seketika itu juga.
Selanjutnya di tempatkan di dalam surga. Tapi Adam merasa kesepian
karena hanya seorang diri. Maka Tuhan pun menjadikan calon istrinya –
Hawa. Caranya, Tuhan mengambil salah satu tulang rusuk Adam. Dari tulang
rusuk Adam itulah kemudian tercipta Hawa sebagai manusia dewasa yang
hidup.
Dogma
Adam sebagai manusia pertama pun masih menimbulkan multi tafsir dari
para agamawan, karena memang tidak ada ayat dalam kitab suci yang secara
eksplisit menyatakan Adam sebagai manusia pertama, dan memunculkan
beberapa pertanyaan besar; apakah Adam diciptakan atau dilahirkan?
Apakah Adam hidup di zaman dinosaurus atau tidak? Apakah secara
kemampuan “akal”, Adam merupakan manusia purba atau manusia modern?.
Teori
kedua adalah teori evolusi Darwin, Charles Darwin menyatakan teori
tesebut dalam buku “the Origin Species” dan “The Descent Man”, yang
menyatakan bahwa makhluk hidup berasal dari sebuah spesies tunggal yang
kemudian mengalami evolusi untuk mempertahankan hidupnya, sehingga
manusia pun merupakan suatu bentuk/hasil dari proses evolusi yang
berlangsung selama ribuan tahun tersebut. Bahkan secara eksplisit Darwin
juga menyatakan bahwa manusia merupakan hasil evolusi dari kera. Teori
ini menjadi kontroversi besar, dan mendapat penolakan terutama dari kaum
agamawan.
Tidak hanya agamawan, para ilmuwan pun masih mempertanyakan keabsahan teori evolusi Darwin,
karena hingga saat ini kera masih hidup berdampingan dengan manusia,
sehingga tidak perlu melakukan evolusi. Teori Darwin yang menyatakan
bahwa manusia adalah Evolusi dari kera atau keturunan kera adalah hal
yang mustahil karena bertentangan dengan hukum genetika. Secara ilmu,
gen kera akan melahirkan kera, gen manusia akan melahirkan manusia.
Perseteruan
kedua teori besar tersebut sepertinya akan terus berlanjut, hingga
suatu saat nanti manusia mampu menguraikan sejarah keturunan manusia
melalui genetika DNA atau penemuan-penemuan lain tentang kehidupan
manusia. Wallahu a’lam bishowab.
Namun
secara pribadi sebagai seorang muslim, saya lebih tetarik untuk mencoba
mempelajari kehidupan manusia melalui versi Alquran. Terutama setelah
saya membaca sebuah artikel menarik di internet tentang pemikiran Al
Kindi, seorang ahli filsafat islam yang mencoba menganalogikan ayat-ayat
Alquran tentang kehidupan manusia.
Berikut cuplikan artikel tersebut:
FILSAFAT AL-NAFS (JIWA) AL-KINDI
Pada
suatu kesempatan tuhan berwacana: “aku menciptakan menusia dari lempung
busuk, dan kemudian berkata kepada malaikat : “aku ingin menciptakan
menusia dari tanah”, dan kemudian ia berkata lagi : “apabila aku telah
selesai membentuknya, barulah aku meniupkan ruh-ku kepadanya”.
(QS.al-hijr:29). Apa yang dimaksudkan meniupkan tersebut ?. apabila yang
dimaksudkan adalah tiupan (ruh) yang meninggalkan tuhan dan kemudian
bersatu dangan manusia, maka intinya bahwa sangat dimungkinkan
terjadinya pembelahan sifat tuhan.
Dan
ini tidak akan pernah terjadi : jawabannya bisa digambarkan dengan
ilustrasi tentang matahari. Apabila matahari berkata, “ aku telah
memberikan sinar pada bumi”,maka hal itu benar. Ruh atau jiwa itu ada
dibawah perintah tuhanmu. (Ar-ruhu min amr-i-rabbi). Oleh sebab itu,
jiwa yang ada dibawah kata perintah,dan akal muncul sesudah melewati
tiga tahap (Ahdiyah,Wahdat, dan Wahidiyyat) dan didalam pembatasan. Jiwa
atau ruh ini adalah Ruh-I-A`dzam ( Haqiqati Muhammad ) yang merupakan
tahap wahdah itu sendiri;dan tidak dibawah pembatasan. Walau jiwa itu
pribadi adalah sebuah pembatasan, namun ia bebas dari materi dan
eksistensi, serta dari warna dan bentuk. Ia merupakan pengenal bagi diri
dan bukan – diri, tetapi tidak dapat di-indra oleh pancaindra yang ada.
Pembatas
bagi ruh-I-A`dzam adalah jiwa – jiwa manusia, dan apabila pembatas
semacam itu muncul didalam jasad, jadilah ia ruh binatang atau ruh
makhluk. Sifatnya sangat halus dan setiap bagian terkecil darinya
bertautan dengan partikal jasad. Jiwa inilah yang menerima ganjaran dan
siksaan,dan ia pula yang merasakan kenikmatan jasmani.
Menurut
al-kindi, jiwa merupakan substansi yang berasal dari tuhan. Tidak
tersusun, mempunyai arti penting, sempurna dan mulia. Substansi yang
sangat halus, bertabiat mulia dan substansinya adalah sebagian dari
substansi Allah. Cahaya dari cahayanya, seperti cahaya dari matahari,
juga bersifat independen dari jasmani. Jiwa selalu menentang kekuatan
syahwat dan kemarahan, serta selalu mengatur kedua kekuatan tersebut
dalam batas – batasnya dan tidak dibenarkan melampaui kekuatan jiwa itu
sendiri. Selain itu jiwa bersifat spritual, ilahiah, terpisah dan
berbeda dengan jisim.
Menurut
saya, dalam artikel tersebut, Al Kindi dengan cukup jelas menggambarkan
pandangannya tentang hakikat kehidupan versi Alquran dengan logika
pemikirannya. Bahwa manusia terbagi dua hal yaitu jiwa (ruh) dan jasad.
Perpaduan kedua bahan material inilah yang oleh kita manusia awam
ditafsirkan sebagai ”kehidupan manusia”.
Fakta
bahwa secara biologis tubuh manusia terbentuk dari hasil ”pertemuan”
sel sperma dan ovarium, lalu membentuk zygot, berkembang menjadi janin
dan lahir menjadi seorang bayi, adalah proses biologis pertumbuhan jasad
manusia. Sedangkan pertumbuhan sang bayi menjadi dewasa, lalu meninggal
dunia adalah proses dari ”hidup manusia” itu sendiri. Dimana secara
agama, tingkah laku atau perbuatan manusia pada ”proses hidup” inilah
yang akan dihisab oleh Allah SWT.
Al
Kindi tidak secara sains menafsirkan proses penciptaan manusia, tapi
mencoba menganalogikan bahwa dalam proses kehidupan manusia ada ”tujuan”
yang harus dicapai, ada ”akal” yang harus dipergunakan dan ada ”jiwa”
yang abadi. Akal dan jiwa itulah yang membedakan manusia dengan makhluk
hidup lainnya. Akal dipergunakan untuk berpikir sebelum bertindak dan
jiwa yang bersifat kekal, akan menanggung segala akibat dari pemikiran
akal.
Adanya
visi misi dan tujuan hidup manusia lah, yang menjadikan teori
penciptaan manusia versi Alquran terasa lebih berisi dan terarah. Karena
manusia hidup tidak mungkin tanpa adanya sebuah tujuan, demikian juga
pemberian akal bagi manusia pun pasti dimaksudkan untuk memberi manfaat
terhadap sesama manusia dan seluruh makhluk hidup di alam semesta ini.
Bagaimana Hidup?
Allah SWT berfirman:
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari
kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Al-Imran:185)
kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Al-Imran:185)
Dalam salah satu syairnya yang bercerita tentang kehidupan, sastrawan Taufik Ismail pernah menulis:
Hidup itu bagaikan garis lurus tak pernah kembali ke masa yang lalu
Hidup bukan bulatan bola yang tiada ujung tiada pangkal
Hidup melangkah terus semakin mendekat ke titik terakhir
Setiap langkah hilangkan jarak menikmati hidup, nikmati dunia
Pesan nabi jangan takut mati karena mati pasti terjadi
Setiap insan pasti mati hanya soal waktu kapan terjadinya
Pesan nabi tentang mati, janganlah minta mati datang kepadamu
Janganlah engkau berbuat menyebabkan mati
Pesan nabi jangan takut mati, meski kau sembunyi dia menghampiri
Takutlah akan kehidupan sesudah kau mati, renungkanlah itu
Syair ” Hidup itu bagaikan garis lurus
tak pernah kembali ke masa yang lalu” menggambarkan bahwa secara ilmu
fisika, waktu tidak mungkin kembali ke awal, tetapi bergerak terus ke
depan. Demikian juga hidup manusia, tidak mungkin kembali ke masa lalu
dan menghapus atau mengubah perbuatan yang telah dilakukannya. Tidak ada
manusia yang bisa kembali ke bayi menjelang kematiannya di hari tua.
Karena
tidak bisa diulang, maka manusia harus menggunakan hidupnya sebaik
mungkin, agar tidak menyesal di kemudian hari. Karena penilaian Tuhan
terhadap tindakan manusia bersifat absolute.
Setiap
manusia memiliki ”kenikmatan duniawi” yang berbeda satu dengan yang
lain, ada yang menjadi presiden dan ada yang menjadi rakyat, ada yang
menjadi konglomerat dan ada juga yang fakir miskin. Ada manusia baik dan
ada juga manusia jahat. Kehidupan manusia tersebut secara garis besar merupakan
kehendak Allah SWT, namun secara individu apa yang disebut takdir
tersebut, ternyata masih masih bisa dirubah oleh individu tersebut
tergantung usahanya.
Kolaborasi
antara takdir Tuhan dan usaha manusia inilah yang menjadi landasan
utama ”perhitungan Tuhan” terhadap kualitas hidup manusia setelah
kematiannya. Semakin bermanfaat hidup manusia bagi sesamanya, akan
semakin banyak pahala yang diberikan Allah. Semakin banyak mudharat nya, maka kualitas hidup manusia itu sendiri menjadi semakin rendah.
Bagaimana
hidup manusia itu, sangat ditentukan oleh individu tersebut. Ada
individu yang meraih kekayaan dengan cara bekerja keras, menuntut ilmu,
dan mengoptimalkan segala kemampuannya. Namun ada juga yang mengambil
jalan pintas dengan cara korupsi, mencuri atau menipu orang lain. Secara
materi, hasil yang akan diperoleh mungkin akan sama, tapi cara yang
ditempuh sangat berbeda. Pada proses dan cara pencapaian inilah, penilaian terhadap baik buruk hidup manusia terjadi.
Tujuan Hidup?
” Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepadaKu..” (QS: Adz-Dzaariyaat: 56).
Secara islam, pengertian Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah SWT,
baik berupa ucapan atau perbuatan, yang nampak (lahir) maupun yang
tersembunyi (batin). Sebagian ulama menambahkan dengan: disertai oleh
ketundukan yang paling tinggi dan rasa kecintaan yang paling tinggi
kepada Allah SWT.
Ibadah itu banyak macamnya dan terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut kepada Alloh subhaanahu wa ta’ala), raja’ (mengaharap rahmat Alloh subhaanahu wa ta’ala), mahabbah (cinta kepada Alloh subhaanahu wa ta’ala),
tawakkal adalah ibadah yang berkaitan dengan hati. Sedangkan membaca
Al-Qur’an, tasbih, tahlil, takbir, tahmid adalah ibadah lisan dan hati.
Sedangkan shalat, zakat, haji, berbakti pada orang tua, membantu orang
kesulitan adalah ibadah badan dan hati.
Ibadah
menurut bahasa artinya adalah taat (patuh, tunduk). Secara umum adalah
mentaati segala perintah dan menjauhi segala larangan-larangan Allah.
Secara khusus adalah ketaatan kepada hukum syara’ yang mengatur hubungan
antara manusia dengan tuhannya, seperti shalat, zakat, haji, do’a, dan
sebagainya.
Melaksanakan
ibadah dalam makna umum secara konkrit merupakan misi hidup manusia di
dunia menurut Islam. Inilah hakikat hidup manusia di dunia, dan yang
wajib menjadi landasan segala pemikirannya. Realiti ibadah terwujud
ketika seorang muslim mengikat dirinya dengan hukum-hukum syara’ dalam
hubungan dengan Tuhan, Manusia lainnya dan dirinya sendiri.
Apa itu Kematian?
Kematian,
semua orang tahu tapi terlalu sedikit yang mau menyadari, banyak
manusia yang berusaha lari dari kematian, membebaskan fikirannya dari
bayang-bayang maut. Namun sia-sialah usaha mereka. Ibarat bejana, semua
orang akan meminumnya, ibarat binatang buas tak pernah bosan mengejar
mangsanya, dia berjalan dan tak pernah memperlambat langkahnya, dia
pasti datang tak pernah ingkat akan janjinya." Dan datanglah sakaratul
maut yang sebenar-benarnya.Itulah yang kamu selalu lari dari padanya. (QS. 50:19)
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati... (QS. 3:185)
Secara kedokteran, indikator
yang menunjukkan kematian seseorang dan berhentinya kehidupan padanya,
adalah matinya batang otak (brain stem). Batang otak adalah semacam
tangkai pada otak yang berbentuk penyangga atau tonggak, yang terletak
pada pertengahan bagian akhir dari otak sebelah bawah, yang berhubungan
dengan jaringan syaraf di leher. Di dalamnya terdapat jaringan syaraf
yang jalin menjalin. Batang otak merupakan sirkuit yang menghubungkan
otak dengan seluruh anggota tubuh dan dunia luar, yang berfungsi membawa
stimulus penginderaan kepada otak dan membagikan seluruh respons yang
dikeluarkan oleh otak untuk melaksanakan pesan-pesan otak.
Manusia, melalui nalar dan pengalamannya tidak mampu mengetahui hakikat kematian, karena itu kematian dinilai sebagai salah satu gaib nisbi yang paling besar. Walaupun pada hakikatnya kematian merupakan sesuatu yang tidak diketahui, namun setiap menyaksikan bagaimana kematian merenggut nyawa yang hidup manusia semakin terdorong untuk mengetahui hakikatnya atau, paling tidak, ketika itu akan terlintas dalam benaknya, bahwa suatu ketika ia pun pasti mengalami nasib yang sama.
Sebenarnya akal dan perasaan manusia pada umumnya enggan menjadikan kehidupan atau eksistensi mereka terbatas pada puluhan tahun saja. Walaupun manusia menyadari bahwa mereka
harus mati, namun pada umumnya menilai kematian buat manusia bukan
berarti kepunahan. Keengganan manusia menilai kematian sebagai kepunahan tercermin antara lain melalui penciptaan berbagai cara untuk menunjukkan eksistensinya. Misalnya, dengan menyediakan kuburan, atau tempat-tempat tersebut dikunjunginya dari saat ke saat sebagai manifestasi dari keyakinannya bahwa yang telah meninggalkan dunia itu tetap masih hidup walaupun jasad mereka telah tiada.
Dalam artikel Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat, M. Quraish Shihab, M.A menuliskan; Socrates pernah berkata, sebagaimana dikutip oleh Asy-Syahrastani dalam bukunya Al-Milal wa An-Nihal (I:297),
"Ketika aku menemukan kehidupan (duniawi) kutemukan bahwa akhir kehidupan adalah kematian, namun ketika aku menemukan kematian, aku pun menemukan kehidupan abadi. Karena itu, kita harus prihatin dengan kehidupan (duniawi) dan bergembira dengan kematian. Kita hidup untuk mati dan mati untuk hidup." Secara
lahiriah, kematian memang akan memisahkan manusia dengan kehidupan
duniawinya. Tetapi hasil karya, pemikiran manusia, atau ilmu yang
bermanfaat merupakan peninggalan duniawi yang akan terus dikenang oleh
generasi selanjutnya, pasca kematiannya. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad :“Apabila
seorang anak Adam meninggal, maka akan terputus amalannya kecuali tiga
perkara : shadaqoh jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih
yang mendoakan kepadanya” (HR Abu Hurairah)
Puluhan
atau bahkan ratusan tahun pasca kematiannya, umat manusia akan selalu
mengingat karya-karya para pemikir dunia. Siapa tak kenal tokoh pemikir
islam, Al Kindi, Al Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Khaldun dll. Atau ahli
filsafat, Plato, Socrates, Aristoteles hingga filsuf ”si pembunuh Tuhan”
Friedrich Nietzsche
. Atau si genius Albert Einstein dengan teori relativitasnya, Issac
Newton dengan teori gravitasinya, atau si kontroversi penemu teori
evolusi, Charles Darwin.
Salah
satu cara manusia agar tetap bisa abadi pasca kematiannya, adalah
menghasilkan karya-karya brilian. Dengan berkarya manusia akan dihargai
oleh sesamanya (hablun min annaas), yang juga secara otomatis juga akan dihargai oleh Tuhan (hablun min allah). Relevansi dari bermanfaat bagi sesama manusia adalah kenikmatan surgawi yang dijanjikan oleh semua agama samawi.
No comments:
Post a Comment